Oleh : Dhiyaa Alifa, Anggota Akademik Menulis Kreatif
“Perempuan adalah back bone dari perekonomian Indonesia. Maka ketika perempuan adalah kelompok yang paling terdampak, kelompok yang paling menderita atas krisis global ataupun perubahan iklim, ini harus mendapatkan perhatian khusus,”
Pernyataan di atas dikutip dari seorang pakar ekonomi terkemuka, beliau merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Poppy Ismalina Ph.D, dalam forum diskusi yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat (16/12).
Dari pernyataan beliau jelas bahwa kini peran perempuan telah bergeser jauh dari semula sebagai tulang rusuk dan kini memikul beban yang berat sebagai tulang punggung negeri ini, bisa jadi bukan hanya tulang punggung negeri ini, akan tetapi diberbagai belahan dunia yang lainnya pun demikian.
Penegasan bahwa perempuan bermetamorfosa menjadi tulang punggung dikuatkan dengan tema besar Peringatan Hari Ibu yang ke-94 yakni, PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Tema utama tersebut didesain agar perempuan bisa 'berdaya' dengan harapan bisa menaikkan taraf ekonomi keluarga bahkan negara.
Perlu kita ketahui ketika berbicara pemberdayaan perempuan, maka muara yang akan kita temui adalah pada suatu ironi yang faktanya adalah eksploitasi perempuan pada ranah ekonomi, seolah-olah berkata kepada kita bahwa sebenarnya eksploitasi perempuan berkedok pemberdayaan.
Contoh nyata yang membuktikan pemberdayaan perempuan adalah eksploitasi ekonomi semata adalah maraknya 'jasa' yang digunakan oleh para pelaku bisnis yang menjadikan perempuan sebagai 'pemikat produk' agar laku dipasaran. Sebut saja iklan yang memasarkan mobil mewah, tapi yang ditampilkan adalah kemolekan perempuan. Dimanakah letak keterikatan produk yang ditawarkan dengan konten iklan yang ditayangkan? Kalau bukan menjadikan perempuan sebagai 'alat' yang menjadi sasaran eksploitasi, baik secara sadar atau tidak perempuan telah menjadi korbannya.
Atau ketika jalur TKI yang dikirimkan keluar negeri kembali dibuka, kemungkinan besar yang akan menjadi primadonanya adalah perempuan. Lagi-lagi perempuan harus menopang tegaknya kehidupan keluarga dan negara.
Itulah fakta eksploitasi perempuan yang kini dilakukan oleh sistem kapitalis demi meraup keuntungan yang sebesar-sebarnya. Padahal jauh sebelum kapitalis berjaya, ada sebuah sistem yang sangat menjaga perempuan hingga perempuan mampu meraih posisi tinggi nan mulia tanpa harus meninggalkan fitrahnya. Perempuan adalah tulang rusuk yang harus dilindungi dan dijaga, dipandu dan dibimbing agar bisa terus menjaga ketaatan pada Allah swt.
Mari kita tengok bagaimana peradaban Islam dimasa penerapannya secara menyeluruh dalam sebuah sistem kehidupan, agar mata kita bisa melihat secara jelas bagaimana sistem Islam berkerja untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, khususnya perempuan yang berada di dalamnya.
Islam Memandang Perempuan
Islam adalah agama sekaligus way of life yang tidak bisa dipisahkan bak dua sisi mata uang yang berdampingan. Berbagai aspek kehidupan telah diatur oleh yang memiliki kehidupan, yakni Allah swt. al-Khaliq (Sang Pencipta) dan al-Mudabbir (yang Maha Pengatur). Tidak terkecuali dengan persoalan perempuan.
Islam memandang perempuan dengan mulia, bahkan sosok seorang ibu ditinggikan derajatnya menjadi 3 tingkat lebih tinggi dibanding ayah. Kemuliaan yang didapatkan perempuan bisa diraih hanya dengan satu cara, yakni taat kepada Allah swt.
Ketaatan yang dilakukan oleh perempuan sejatinya memerlukan panduan agar tidak keliru dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, Islam akan mendudukkan perempuan sesuai fitrahnya agar bisa menjalankan perannya secara baik dan benar.
Manusia, baik itu laki-laki dan perempuan merupakan makhluk sosial. Sebagaimana perempuan ketika beraktifitas, perempuan akan dihadapkan pada suatu kondisi ranah domestik dan publik. Yakni berada pada posisi anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Akan tetapi, secara naluriah ia akan merujuk pada peranan yang melampaui profesi manapun dengan menyandang status sebagai hamba Allah swt.
Sebagai contoh, mari kita lihat sosok Maryam Astrulabi yang menemukan cikal bakal GPS, As-Syifa yang menjadi qadhi yang berada di pasar untuk terus memantau aturan Islam diterapkan di sana, bahkan sampai yang paling masyhur, yakni Ibunda Aisyah ra. yang dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa diberikan ruang untuk berkiprah diranah publik tanpa meninggalkan posisinya sebagai ibu dan istri yang taat pada Allah swt.
Posisi perempuan diranah domestik dan publik mendapat penjagaan agar posisi perempuan tetap sesuai fitrahnya, tanpa mengekang perempuan sehingga perempuan tetap bisa berkiprah dan berprestasi bahkan profesional dalam bidang sains dan teknologi salam batas koridor hukum Allah tentunya. Dengan kata lain peranan tersebut berjalan beriringan tanpa terjadi kontradiksi.
Semua kegemilangan itu direkam dalam jejak sejarah secara pasti, bukan sebuah ilusi. Islam dan peradabannya mendapatkan banyak prestasi karena meletakkan landasan nilai yang sangat berbeda dengan sistem yang bercokol saat ini (baca : kapitalisme). Islam menjadikan keimanan kepada Allah swt. dan akidah Islam sebagai landasan peradabannya, ketakwaan sebagai konsep kehidupannya, dan ridha Allah sebagai kebahagiaannya.
Menjadi profesional sebagai guru, dokter, perawat, pengusaha tidak menjadikan perempuan lupa akan identitas hakikinya sebagai hamba Allah. Juga tidak melalaikannya dalam aktifitas dakwah untuk menyeru kepada kebajikan dan melarang kemungkaran di tengah masyarakat. Ibadah sebagai misi penciptaan manusia itulah fokus dari tatanan masyarakat Islam yang akan dihujamkan dalam praktiknya ketika Islam menjadi sistem kehidupan yang dijalankan secara kaffah.
Demikianlah Islam mampu membuat perempuan menduduki posisi yang tinggi nan mulia, bukan seperti perlakuan kapitalisme yang hanya mengeksploitasi perempuan dengan berkedok pemberdayaan ekonomi.